Senin, 10 September 2012

Asal Mula


Intermezzo

Malam itu Ridhan duduk di tepi tempat tidur kamarnya yang cukup luas. Kasur empuk tidak bisa menggodanya untuk cepat tidur. Kira-kira malam itu menunjukan pukul sebelas malam. Ridhan menumpang hidup di rumah neneknya di Bandung karena orang tuanya bekerja di Tangerang. Masih mengenakan seragam SMA lengkap dia tampak kebingungan, bingung mau melakukan apa dan dia pun mulai menyalakan rokok kreteknya. Karena terlalu lelah dia pun mulai hilang konsentrasi. Nampak samar-samar perempuan menghampirinya. Perempuan tersebut sangat cantik. Rambutnya panjang sebawah bahu, matanya sedikit sipit, kulitnya putih, badannya kecil namun ideal dengan tinggi sekitar 160cm. Perempuan tersebut mengenakan seragam SMA lengkap dengan roknya yang bergelombang ketika perempuan tersebut datang menghampiri Ridhan.
Perempuan tersebut langsung memeluk Ridhan yang sudah mulai kehilangan kesadaran. Karena terbawa suasana malam yang cukup dingin dan lingkungan yang sepi mereka pun berciuman. Nampak sangat bergairah. Tangan-tangan nakal pun mulai bergeriliya. Sepertinya testosteron Ridhan dan progresteron perempuan tersebut sudah mulai berpacu beriringan. Desahan-desahan kecil pun mulai terdengar. Keringat bercucuran layaknya sudah berlari 10 putaran lapangan sabuga. Ciuman perempuan tersebut pun turun kearah leher Ridhan. Kali ini ciumannya bergeriliya dileher. Dengan gesit perempuan tersebut melepaskan seragam SMA Ridhan yang masih dikenakan. Lalu perempuan itu pun mulai melepas kan kancing seragam SMAnya satu per satu, dan nampaklah pemandangan indah dihadapan Ridhan. Mereka pun berciuman lagi. Tangan-tangan jahil pun mulai bergeriliya di area terbuka.
Seketika perempuan tersebut melepaskan ciumannya dan berteriak “GOOOOLLLL!!!!”
Ridhan sedikit sadar, dan bingung dengan keadaan yang terjadi. Dia pun berpikir masa bodoh, dan dia pun ingin melanjutkannya. Serentak Ridhan pun ditampar dan perempuan tersebut teriak lagi. Perempuan tersebut teriak histeris sambil berkata “Liat woi gue ngegolin tuh ke gawang si boncel!”
Suara perempuan tersebut berubah yang tadinya halus sewajarnya perempuan menjadi sedikit berat dan kasar seperti laki-laki. Mukanya pun berubah menjadi laki-laki hitam, kurus, dan berjakun besar. Sedikit menyeramkan.
Ternyata Ridhan sedang bermimpi di siang bolong diantara teman-temannya yang sedang asik bermain Play Station 2. Ridhan pun tersadar dan mulai menyesali karena mimpinya tidak dia alami sampai akhir cerita.
“Sialan lu! Gue itu lagi asik-asik mimpi kenapa dibangunin?! Dibangunin gara-gara alesan yang ga penting pula.” Jawab Ridhan ketus.
“Emang lu mimpi apa sampe mendesah-desah gitu? Coba periksa celana tuh, basah atau ngga?” lanjut temannya Ridhan.
Ridhan pun terdiam di pojokan dan kesal karena telah di bangunkan. Teman-temannya yang berkumpul terlihat tertawa puas melihat kejadian tersebut.

Lengkong Kecil 53

“Krincing… krincing.. kringcing…” suara bel kecil yang berbunyi. Suara itu terus terdengar ketika Ridhan berjalan dan mulai membuatnya kesal di pagi buta. Waktu kira-kira menunjukan jam setengah enam pagi. Ridhan sudah mempersiapkan diri sepagi itu. Dia bangun jam setengah lima pagi dan harus segera mandi disaat keadaan sangat dingin sekali di kota kembang. Matahari belum menunjukan dirinya untuk menghangatkan hari. Ridhan pun memakai topi pak taninya yang di buat dari bungkus tahu sumedang yang dilapisi oleh kertas minyak warna putih. Dia mengenakan sepatu dengan kaos kaki berwarna berbeda dikedua sisinya, yang satu berwarna kuning dan yang lainnya berwarna biru. Tak lupa bel diikatkan dengan pita berwarna hijau dikedua mata kakinya. Sehingga setiap kali Ridhan melangkah terdengar suara-suara bel berkrincing dan itu sangat membuatnya muak. Akan tetapi mau tidak mau dia harus melakukannya. Ridhan pun sudah siap pagi itu, dengan mengenakan seragam dan celana SMP dia pun melangkah keluar rumah neneknya dan berangkat sambil membawa balon gas. Dengan gagah dia melangkah dengan diiringi suara-suara krincing bel mengenakan tas yang dibuat dari karung beras menuju tempat angkot ngetem. Dia pun naek angkot yang sudah penuh sesak dan berisikan orang-orang yang berpenampilan sama seperti dia dan berbarengan turun di ujung jalan Lengkong kecil. Mereka mempunyai tujuan yang sama yaitu mengikuti masa orientasi masuk SMA.
“Stop! Cepat kalian berbaris dua banjar! Menunduk kalian! Jangan ada yang bersuara!”  teriak seorang laki-laki yang mengenakan seragam SMA lengkap dan rapih.
Gerombolan anak baru tersebut digiring masuk melewati gerbang SMA seperti gembala yang mengiring domba-domba yang dibantu oleh anjing gembalanya. Kegiatan masa orientasi siswa baru tersebut pun dilakukan didalam sekolah. Dari mulai tes fisik sampai mental pun dilakukan karena pada jaman tersebut kegiatan itu masih biasa dilakukan. Kegiatan itu dilakukan selama 3 hari berurutan mulai dari jam 6 pagi sampai jam 4 sore. Ridhan masih banyak terdiam karena belum terlalu mengerti bahasa sehari-hari yang digunakan di Bandung.
Ridhan menempuh masa-masa SMAnya di Bandung. Ridhan yang lahir di Tangerang dan hidup di Tangerang sampai SMP memutuskan untuk hijrah ke Bandung karena ajakan kakaknya yang sudah dulu bersekolah di Bandung. Ridhan laki-laki yang berkulit sawo matang, bermuka pas-pasan namun badannya cukup ideal waktu itu. Ridhan melewati tahun pertama dengan nilai pelajaran yang cukup baik sehingga bisa masuk jurusan IPA sesuai dengan cita-citanya dari awal pindah ke Bandung. Tahun pertama dilewati, setahun Ridhan masih dalam masa penyesuain atau adaptasi dengan lingkungan baru. Dia mulai mengerti bahasa yang biasa digunakan sehari-hari di Bandung. Akan tetapi tidak terlalu banyak hal berkesan yang terjadi karena kehidupan yang berlangsung masih seperti kehidupan dia di SMP. Walau begitu Ridhan mulai bertemu orang-orang baru dengan bahasa sehari-hari yang baru juga dan watak yang bermacam-macam pula. Ridhan pun cukup antusias menjalani kehidupan barunya di lingkungan baru, lingkungan kota kembang dengan kembang-kembangnya yang bertebaran dimana-mana.

ROBO

Pagi itu cerah, matahari menyinari kota Bandung dengan indahnya memancarkan kehangatan yang menutupi dinginnya pagi. Embun-embun yang terbentuk akibat dinginnya malam pun mulai menguap karena malu akibat kehadiran matahari. Kicauan burung liar pun menambah kecerian di pagi hari. Ridhan pun yang berpakaian rapih dengan mengenakan celana SMA sempitnya dan kemeja yang dimasukan siap melewati hari-harinya di sekolah. Sambil mendengarkan mp3 BBB yang berjudul Let’s Dance Togather Ridhan pun berangkat, berjalan menuju tempat angkot ngetem menunggu penumpang. Di angkot Ridhan hanya terdiam sambil mendengarkan mp3, kali ini lagu yang diputar adalah lagu The Changcutters yang berjudul Pria Idaman Wanita.
Sampailah Ridhan ditujuan. Dia langsung berjalan menelusuri gerbang sekolah, dan melewati lorong kecil seperti gang yang sudah berjejer motor-motor yang diparkirkan dengan rapih. Lalu nampak lapangan basket yang luas. SMA Ridhan memang nampak kecil kalau dilihat dari luar namum dalamnya sangat luas. Ridhan berjalan pelan menuju lab biologi yang dimana sudah ditempelkan kertas-kertas pengumuman di kaca-kaca lab tersebut. Hari itu adalah pengumuman pembagian kelas penjurusan setelah liburan kenaikan kelas berakhir.
“Oi dim, gue masuk kelas apa? Lu udah liat belom?” tanya Ridhan kepada Dimas salah satu teman sekelasnya di kelas satu.
“Lu kelas IPA 6 tuh, kelas IPA yang paling bontot alias urutan terakhir.” Jawab Dimas sambil tertawa terbahak-bahak.
“Daripada lu masuk IPS, mending gue lah.” Balas Ridhan ketus.
Mereka pun tertawa sambil diteruskan mengobrol sebentar. Tak terasa bel sekolah pun berbunyi, mereka pun berpisah mencari kelasnya masing-masing. Tak perlu repot-repot Ridhan pun langsung menemukan kelasnya. Kelas IPA 6 itu menggunakan lab biologi karena pembangunan kelas yang belum beres jadi kelas IPA yang paling bontot tersebut menggunakan lab biologi dulu. Ridhan duduk di meja paling belakang yang berisikan laki-laki, dia terlalu malu untuk duduk didepan yang berisikan banyak perempuan. Bentuk meja lab yang berbentuk memanjang memungkinkan untuk ditempati sekitar 8-9 orang. Di lab tersebut terdapat 4 meja panjang.
Wali kelas pun datang dan langsung mengabsen. Satu per satu murid diabsen dari absen awal sampai akhir. Setelah selesai mengabsen pelajaran pertama pun dimulai. Pelajaran pertama adalah seni musik yang mana paling tidak disukai oleh Ridhan. Dengan sedikit tidak memperhatikan Ridhan pun mengikuti pelajaran. Karena memang tidak tertarik dan posisi duduknya yang dibelakang Ridhan pun tertidur. Cukup lama Ridhan tertidur sampai pelajaran pertama selesai. Lalu datang seorang petugas dari bagian kesiswaan sambil membawa beberapa berkas. Petugas tersebut berbincang sebentar dengan wali kelas IPA 6 lalu menyebutkan nama Ridhan. Ridhan yang sedang asyik mengarungi alam mimpi pun terbangun sambil tersentak karena kaget. Dia kebingungan dan tidak bisa berkata-kata, dia berpikir dia akan dimarahi karena tertidur di kelas. Akan tetapi ternyata dia dipanggil karena dia akan di pindahkan ke kelas baru, kelas IPA 4. Ridhan kebingungan, dia penasaran kenapa bisa dipindah kelaskan. Akan tetapi Ridhan sedikit senang karena dengan dipindahkan dia akan mendapatkan ruang kelas yang lebih layak dan peringkat kelas yang lebih tinggi.
Ridhan pun membereskan peralatan belajarnya dan berpamitan dengan teman-teman barunya di kelas IPA 6. Ridhan berjalan keluar kelas, melewati lorong-lorong koridor bangunan sekolahnya ditemani oleh petugas kesiswaan. Sampailah mereka berdua didepan ruang IPA 4.
“Ya dek, ini ruang kelas baru kamu, silahkan melapor ke guru yang sedang bertugas di kelas itu sekarang. Kalau ada apa-apa lapor saja ke saya.” Kata petugas kesiswaan itu.
“Terima kasih pak.” Jawab Ridhan kalem.
Ridhan langsung memasuki ruangan tersebut dan melapor kepada guru yang sedang bertugas disitu. Dia menjelaskan bahwa dia dipindahkan ke kelas tersebut. Setelah melapor Ridhan langsung memilih bangku tempat duduk. Dia memilih duduk di paling belakang karena bangku tempat duduk sudah terisi penuh. Ridhan pun duduk sendiri di paling belakang. Dia celingak-celinguk kebingungan karena waktu itu sedang berlangsung mata pelajaran fisika. Otak Ridhan yang masih bernuansa liburan karena baru selesai melewati liburan semester pun tidak bisa manangkap pelajaran. Sekali lagi, Ridhan pun tertidur.
Namun kali ini Ridhan tidur tidak terlalu lama, karena tidak lama setelah Ridhan tertidur datang satu lagi murid yang kelasnya dipindahkan. Setelah melapor dia langsung duduk disamping Ridhan. Ridhan pun tersadar karena ada seseorang yang datang. Karena mereka bernasib sama, maka mereka pun berkenalan.
“Oi bangun! Jangan tidur aja! Kenalin, gue Rusyanda, lu bisa manggil gue Iyan.” Dengan penuh percaya diri Iyan memperkenalkan diri.
“Oh iya, nama gue Ridhan, lu bisa manggi gue apa aja.” Jawab Ridhan yang masih pusing karena baru terbangun.
“Lu kelasnya dipindahin juga ya?” tanya Ridhan penasaran.
“Iya nih gue dari IPA 3.” Jawab Iyan.
“Berarti lu turun derajat dong ya?.” Canda Ridhan
Mereka pun tertawa bersama. Dan tidak terasa mereka berdua pun bisa langsung akrab. Iyan adalah laki-laki berkulit putih, kurus, berpostur tidak terlalu tinggi sekitar 160cm dan memiliki wajah seperti orang arab.
“Eh sekarang lagi pelajaran apa?” tanya Iyan.
“Fisika, gue asli ga ngerti sampe gue ketiduran ini.” Jawab Ridhan simpel.
Mereka berdua pun malah asik mengobrol. Penampilan warga kelas lah yang dijadikan topik obrolan. Topik obrolan mereka pun tertuju kepada sosok perempuan ramping berambut panjang. Bentuk badannya yang baguslah yang menjadi alasan mengapa perempuan itu dijadikan bahan obrolan. Ternyata Iyan sebelumnya sudah mengetahui nama perempuan tersebut adalah Rachmi. Menurut Iyan, Rachmi adalah sosok perempuan yang cukup populer di angkatan mereka. Ketika sedang asik-asiknya ngomongin Rachmi sambil memandanginya yang duduk tidak jauh didepan mereka, Rachmi pun menoleh ke arah mereka. Serentak mereka pun langsung membuang muka. Ridhan langsung berpura-pura tidur dan Iyan langsung berpura-pura mencari buku didalam tasnya. Kejadian konyol tersebut membuat Rachmi tersenyum.
Tidak lama dari kejadian tersebut guru yang sedang mengajar tiba-tiba mengumumkan bahwa akan diadakan ulangan.
“Apa-apaan ini? Baru pertemuan pertama udah ulangan aja. Gimana nih yan?” Protes Ridhan.
“Yaudah deh, kita pasrah aja.” Jawab Iyan lesu.
Ulangan pun dilakukan. Soalnya berjumlah 4 buah dan diberi waktu hanya 30 menit karena jam pelajaran akan berakhir. Ridhan kebingungan karena dia sama sakeli tidak mengerti pelajaran yang diajarkan. Dia mau menyontek ke Iyan, tetapi dia tau kalu Iyan pun pasti bernasib sama dengannya. Mau bertanya ke orang lain, tetapi dia belum mengenali orang-orang di kelas itu. Hanya Iyan yang baru dia kenal. Ridhan pun mengikuti saran dari Iyan, dia hanya bisa pasrah.
Ulangan pun selesai, semua kertas jawaban dikumpulkan. Setiap murid maju ke meja guru untuk mengumpulkan jawaban mereka masing-masing. Ulangan pun diperiksa dan dibagikan pada hari itu juga. Terkaget setengah mati Ridhan melihat nilai yang di dapatkannya. Ridhan mendapatkan nilai nol. Dia pun melihat ke arah Iyan yang terduduk lesu di bangkunya.
“Dapet nilai berapa yan?” tanya Ridhan.
Iyan pun terdiam sejenak dan menjawab lesu, “Dapet nol dhan.”
“Wih sama, gue juga.” Sambung Ridhan.
Mereka langsung tertawa bersama kegirangan dan melakukan tos. Suasana haru pun berubah menjadi gembira. Karena sama-sama mendapatkan nilai nol mereka langsung merasakan bahwa mereka tidak mendapatkan kesialan itu sendiri. Hari pun berganti hari mereka pun semakin akrab dan berniat melebarkan sayap pergaulan. Sudah banyak orang yang mereka kenal di kelas tersebut. Mereka berkenalan dengan penghuni meja didepan mereka yang akhirnya di ketahui namanya adalah Banyu dan Ahmad. Banyu adalah laki-laki berbadan agak gemuk, bertinggi badan hampir sama seperti Ridhan, berkulit putih karena dia keturunan Tiong Hoa. Ahmad berbadan lebih mirip Iyan, keturunan Jawa. Mereka juga berkenalan dengang penghuni meja disamping mereka. Diketahui ada Adit dan juga Akbar. Adit laki-laki berbadan besar dan tinggi, berkulit sawo matang, asli keturunan Sunda. Akbar berbanding terbalik dengan Adit, Akbar memiliki badan lebih mirip dengan Iyan, dia agak pendek dan kurus, hanya warna kulit yang membedakannya dengan Iyan, asli keturunan sunda. Didepan mereka ada Ewin dan Toro. Ewin berbadan kurus dan tinggi, kulitnya sawo matang, dia keturunan Palembang namun lama tinggal di Lampung. Toro berbadan atletis karena dia merupakan atlet futsal, berkulit sawo matang, keturunan Jawa. Bertambah lagi crew yang ada. Ahmad jarang berbarengan jadi hanya mereka bertujuh yang selalu kemana-mana berbarengan. Berkumpul sehari sekali pun menjadi rutinitas yang selalu mereka bertujuh lakukan. Agar lebih akrab, merekan pun menandai satu sama lain dari ciri-ciri fisik mereka masing-masing. Ridhan yang memiliki bibir tebal maka dipanggil dower. Iyan yang memiliki fisik pendek dipanggil boncel satu. Akbar yang memiliki fisik pendek seperti Iyan dipanggil boncel dua. Adit yang memiliki badan besar seperti raksasa dipanggil atub satu. Atub adalah kebalikan dari kata Buta yang berarti raksasa dalam bahasa sunda. Banyu yang memiliki badan tambun disebut atub dua. Toro yang memiliki lingkar mata yang luas atau belo disebut mata. Toro pun terkadang dipanggil ustadz, karena dia aktif di kepengurusan mesjid sekolah. Ewin yang berkulit agak gelap disebut item satu, karena Ridhan memiliki kulit yang gelap juga jadi kadang-kadang disebut item dua akan tetapi Ridhan lebih sering disebut dower. Mereka bertujuh  sepakat menyebut kelompok mereka Robo, karena dari nama panggilan masing-masing yang mencirikan fisik masing-masing dan jika digabungkan akan seperti robot androit yang menginfasi bumi. Robo melewati hari-hari di SMA bersama-sama, suka duka mereka lewati bersama.

End of Part 1